Bisakah abadi ?
"Terkadang aku berfikir, mengapa harus ada pertemuan jika harus ada perpisahan ? apakah tidak bisa selamanya abadi ? aku ingin hidup bagaikan pasir yang abadi, aku ingin hidup bagaikan angin yang bebas dan abadi." tiba-tiba hal itu terbersit dalam hati Catri
Entah mengapa suatu perpisahan begitu menyakitkan buatnya, begitu sedih ketika ia mendengar kata perpisahan.
Berpisah dengan orang yang ia sayangi, suatu hal yang sulit untuk dilupakan, bagai tertusuk jarum yang begitu dalam menusuk, hingga menusuk relung hati yang paling dalam, merobek setiap kulit hingga menimbulkan bekas yang begitu membekas, merusak semua tatanan yang awalnya terlihat begitu tertata rapi.
"Mengapa harus ada yang namanya perpisahan ? aku ingin bersama untuk selamanya"
Berpisah untuk kesekian kalinya, entah dengan keluarga, sahabat, teman ataupun orang yang sempat menempati tempat istimewa di hatinya. Begitu sering perpisahan harus terjadi dalam hidupnya namun itu tak juga bisa membuatnya terbiasa dengan yang namanya "perpisahan". Seakan kata itu seperti suatu hal yang begitu keramat, tak ingin untuk terdengar, terlebih untuk dihadapi.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan pun berlalu, namun tetap saja sakit itu tak bisa tersembuhkan, berpisah, menciptakan luka yang begitu dalam hingga detik ini.
Sudah sangat sering Catri mencoba untuk melepas segala kenangan yang pernah ada, bahkan mungkin hati kecilnya telah lelah untuk terus berusaha menyembuhkan luka dalam itu, mungkin hati kecilnya telah aus dan lelah untuk menghapus semua kesan dan kenangan yang pernah ada.
Namun apa daya ? semua hanyalah kenangan. Semua adalah takdir, alfa dan omega, pertemuan dan perpisahan, baru dan lama, hidup dan meninggal. Semuanya terlihat begitu menyakitkan, yah namun apa daya ? memang itu yang telah tertulis, tergores dan tercipta.
Manusia tak dapat memungkiri atau menghindari hal itu, bahkan tak bisa menjauh dari hal itu.
Namun tiba-tiba ada secarik kertas terselip di sebuah buku yang hendak Catri baca, di dalam kertas itu tertulis :
Entah mengapa suatu perpisahan begitu menyakitkan buatnya, begitu sedih ketika ia mendengar kata perpisahan.
Berpisah dengan orang yang ia sayangi, suatu hal yang sulit untuk dilupakan, bagai tertusuk jarum yang begitu dalam menusuk, hingga menusuk relung hati yang paling dalam, merobek setiap kulit hingga menimbulkan bekas yang begitu membekas, merusak semua tatanan yang awalnya terlihat begitu tertata rapi.
"Mengapa harus ada yang namanya perpisahan ? aku ingin bersama untuk selamanya"
Berpisah untuk kesekian kalinya, entah dengan keluarga, sahabat, teman ataupun orang yang sempat menempati tempat istimewa di hatinya. Begitu sering perpisahan harus terjadi dalam hidupnya namun itu tak juga bisa membuatnya terbiasa dengan yang namanya "perpisahan". Seakan kata itu seperti suatu hal yang begitu keramat, tak ingin untuk terdengar, terlebih untuk dihadapi.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan pun berlalu, namun tetap saja sakit itu tak bisa tersembuhkan, berpisah, menciptakan luka yang begitu dalam hingga detik ini.
Sudah sangat sering Catri mencoba untuk melepas segala kenangan yang pernah ada, bahkan mungkin hati kecilnya telah lelah untuk terus berusaha menyembuhkan luka dalam itu, mungkin hati kecilnya telah aus dan lelah untuk menghapus semua kesan dan kenangan yang pernah ada.
Namun apa daya ? semua hanyalah kenangan. Semua adalah takdir, alfa dan omega, pertemuan dan perpisahan, baru dan lama, hidup dan meninggal. Semuanya terlihat begitu menyakitkan, yah namun apa daya ? memang itu yang telah tertulis, tergores dan tercipta.
Manusia tak dapat memungkiri atau menghindari hal itu, bahkan tak bisa menjauh dari hal itu.
Namun tiba-tiba ada secarik kertas terselip di sebuah buku yang hendak Catri baca, di dalam kertas itu tertulis :
"Aku Ingin
aku ingin mencintaimu dengan sederhana : dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api menjadikannya debu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana : dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada"
Setelah membacanya, sontak Catri menangis dengan begitu sedihnya menangisi suatu perpisahan, perpisahan yang membuatnya begitu menyesal karena tidak berani melakukan sesuatu yang spesial secepat mungkin ketika ia masih bersama.
"Alfa dan Omega, awal dan akhir, semua pasti akan ada akhirnya, entah kapan, berusahalah membahagiakan orang yang kita sayangi selagi kita masih bersama, selagi kata keramat yang menakutkan itu belum menghampiri kita (perpisahan).
Komentar
Posting Komentar